Telah Beredar : Buku Tandingan “Gurita Cikeas”
Jika tidak ada aral-melintang, dua-tiga hari ini akan terbit buku putih, yang isinya sudah bisa ditebak: mengklarifikasi semua tuduhan yang ditulis di buku Membongkar Gurita Cikeas, yang ditulis George Aditjondro. Siapa di belakangnya?
Penulis buku ini bernama Setiyardi, dia mengaku bahwa buku ini sedang dalam tahap finishing.
Buku ini diberi judul: Hanya Fitnah dan Sensasi, George Revisi Buku. Penerbitnya adalah perusahaan di mana Setiyardi bekerja, yaitu Senopati Media.
“Mudah-mudahan ini dapat segera terbit. Dan dari sisi bisnis bisa menguntungkan,” ujar Setiyardi.
Saat ditanya, kenapa dia menerbitkan buku ini, Setiyardi mengaku tertarik dengan buku Gurita Cikeas. ”Saya junior George
Aditjondro sewaktu bekerja di Tempo,” katanya.
Dalam pandangan Setiyardi, George terlalu tergesa-gesa menulis buku yang dirangkai dari kliping koran tanpa diklarifikasi terlabih dulu. Menurutnya, seharusnya sebagai mantan wartawan dia punya kewajiban untuk mengklarifikasi.
“Sebuah kebenaran harus kita verifikasi. Karya George hanya karya politik, bukan karya ilmiah. Dia bukan seperti yang saya kenal sewaktu muda. Buku Gurita Cikeas mengurangi kredibilitasnya sebagai penulis.”
Ujar Setiyardi.
Satu pertanyaan menarik: apa motivasi Setiyardi menulis buku yang temanya menohok Gurita Cikeas?
Berkali-kali Setiyardi menegaskan bahwa buku yang ditulisnya ini murni bisnis komersial, meski dia juga berharap ada dampak politik dari buku yang ditulisnya ini.
“Motivasi saya bisnis! Saya punya publisher sejak 2007. Punya karyawan yang harus dibayar gajinya, perusahaan yang harus dihidupi. Saya bukan orang politik, bukan orang Partai Demokrat, dan nggak kenal SBY. Kalo buku ini nggak laku, saya rugi,” tegasnya.
Lalu, apakah Setiyardi sama sekali tidak menghitung dampak politik dari buku yang ditulisnya ini? Apakah dia tidak merasa bermasalah jika disangka menulis buku ini karena disuruh dan dibayar SBY?
“Kalo ada ular masuk ke rumah kita, kita tidak perlu bertanya dari mana asal ular itu. Tapi segera bunuh ular itu. Seperti halnya buku saya, jangan dulu ditanyakan asalnya dari mana, tapi nilailah isi bukunya,” katanya.
Meski begitu, Setiyardi mengakui bahwa dia juga berharap buku yang dia tulis ada dampak politiknya. ”Ini harapan yang lain,
seperti sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Buku yang saya tulis ini hanya mengulas tentang buku George Aditjondro. Kalau mengandung kebenaran, dia akan laku secara komersil dan bisa dijadikan referensi politik,” tambah Setiyardi sambil sekali lagi menegaskan bahwa bukunya adalah buku komersil.
Untuk cetakan pertama, buku ini dicetak sebanyak 5 ribu eksemplar dan disebar di seluruh toko buku. Waktu ditanya apakah dia tidak takut ditolak oleh Gramedia?
“Jika ditolak Gramedia, saya punya jalur distribusi yang lain. Tidak hanya mengandalkan nama-nama besar. Buku-buku Pramoedya Ananata Toer saja biss terus dijual meski dilarang oleh pemerintah,” katanya, tentang bisnis buku.
Penulis buku ini bernama Setiyardi, dia mengaku bahwa buku ini sedang dalam tahap finishing.
Buku ini diberi judul: Hanya Fitnah dan Sensasi, George Revisi Buku. Penerbitnya adalah perusahaan di mana Setiyardi bekerja, yaitu Senopati Media.
“Mudah-mudahan ini dapat segera terbit. Dan dari sisi bisnis bisa menguntungkan,” ujar Setiyardi.
Saat ditanya, kenapa dia menerbitkan buku ini, Setiyardi mengaku tertarik dengan buku Gurita Cikeas. ”Saya junior George
Aditjondro sewaktu bekerja di Tempo,” katanya.
Dalam pandangan Setiyardi, George terlalu tergesa-gesa menulis buku yang dirangkai dari kliping koran tanpa diklarifikasi terlabih dulu. Menurutnya, seharusnya sebagai mantan wartawan dia punya kewajiban untuk mengklarifikasi.
“Sebuah kebenaran harus kita verifikasi. Karya George hanya karya politik, bukan karya ilmiah. Dia bukan seperti yang saya kenal sewaktu muda. Buku Gurita Cikeas mengurangi kredibilitasnya sebagai penulis.”
Ujar Setiyardi.
Satu pertanyaan menarik: apa motivasi Setiyardi menulis buku yang temanya menohok Gurita Cikeas?
Berkali-kali Setiyardi menegaskan bahwa buku yang ditulisnya ini murni bisnis komersial, meski dia juga berharap ada dampak politik dari buku yang ditulisnya ini.
“Motivasi saya bisnis! Saya punya publisher sejak 2007. Punya karyawan yang harus dibayar gajinya, perusahaan yang harus dihidupi. Saya bukan orang politik, bukan orang Partai Demokrat, dan nggak kenal SBY. Kalo buku ini nggak laku, saya rugi,” tegasnya.
Lalu, apakah Setiyardi sama sekali tidak menghitung dampak politik dari buku yang ditulisnya ini? Apakah dia tidak merasa bermasalah jika disangka menulis buku ini karena disuruh dan dibayar SBY?
“Kalo ada ular masuk ke rumah kita, kita tidak perlu bertanya dari mana asal ular itu. Tapi segera bunuh ular itu. Seperti halnya buku saya, jangan dulu ditanyakan asalnya dari mana, tapi nilailah isi bukunya,” katanya.
Meski begitu, Setiyardi mengakui bahwa dia juga berharap buku yang dia tulis ada dampak politiknya. ”Ini harapan yang lain,
seperti sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Buku yang saya tulis ini hanya mengulas tentang buku George Aditjondro. Kalau mengandung kebenaran, dia akan laku secara komersil dan bisa dijadikan referensi politik,” tambah Setiyardi sambil sekali lagi menegaskan bahwa bukunya adalah buku komersil.
Untuk cetakan pertama, buku ini dicetak sebanyak 5 ribu eksemplar dan disebar di seluruh toko buku. Waktu ditanya apakah dia tidak takut ditolak oleh Gramedia?
“Jika ditolak Gramedia, saya punya jalur distribusi yang lain. Tidak hanya mengandalkan nama-nama besar. Buku-buku Pramoedya Ananata Toer saja biss terus dijual meski dilarang oleh pemerintah,” katanya, tentang bisnis buku.
Sumber : sudutp4nd4ng.wordpress.com
Read User's Comments (0)